Catatan

Tuhan selalu memberikan apa yang kita butuhkan bukan apa yang kita inginkan...

Minggu, 05 Mei 2013

Nikah Bawah Tangan: Sah, Tapi... ???

Praktik pernikahan bawah tangan atau nikah siri masih banyak dilakukan. Perempuan menjadi pihak paling dirugikan dalam perkawinan ini.

nikah bawah tangan: sah, tapi... ???
Apa Pernikahan Bawah Tangan?
Perkawinan bawah tangan adalah perkawinan yang dilakukan orang- orang Islam Indonesia, memenuhi baik rukun maupun syarat-syarat perkawinan, tetapi tak didaftarkan di pejabat pencatat nikah (KUA), sebagaimana diatur dalam UU No. 1/1974 tentang Perkawinan.
Secara materiil pernikahan bawah tangan adalah sah karena telah dipenuhinya persyaratan perkawinan menurut hukum syariat Islam, tapi secara formil yuridis tak memenuhi persyaratan ketentuan yang diatur dalam UU Perkawinan dan peratu- ran pelaksananya, sehingga bisa dianggap tidak sah dihadapan hukum.
Tak Dianggap sebagai Istri Sah
Banyak sekali perempuan yang tak sadar kalau menerima dinikahi di bawah tangan berarti bersiap sereretan kesulitan. Ini sangat beralasan, karena meski telah menikah secara sah bila tak dicatatkan ke KUA tetap saja tak punya ketentuan hukum. Walhasil, Anda tidak akan pernah dianggap sebagai istri sah. Implikasinya, Anda tak bisa menuntut nafkah dari suami, menerima harta gono-gini bila bercerai, atau pun tak berhak atas warisan bila suami meninggal, karena secara hukum perkawinan Anda dianggap dianggap tak pernah terjadi. Suami/pria juga bisa begitu saja mengingkari ikatan perkawinan dan menjatuhkan talak dengan cara mudah. Belum lagi konsekuensi sosial yang harus ditanggung. Masyarakat akan mengecap Anda kumpul kebo atau dianggap sebagai istri simpanan.
Dampak negatifnya pada anak juga tak kalah memprihatinkan. Anak yang dilahirkan dari perkawinan bawah tangan akan berstatus anak tidak sah. Walhasil, anak cuma memiliki hubungan perdata dengan ibu dan keluarga ibu, sama sekali tak punya hubungan dengan ayahnya. Di dalam akte kelahiran pun statusnya dianggap sebagai anak di luar nikah dan hanya dicantunmkan nama ibu yang melahirkan.Bayangkan, bagaimana terguncangnya kondisi psikologis anak Anda bila mengalami hal ini. Bila Anda tak peduli pada hidup Anda sendiri, setidaknya pertimbangkan nasib anak Anda. Belum lagi ketidakjelasan status anak di hadapan hukum akan melemahkan hubungan ayah dan anak. Bisa saja suatu saat si ayah menyangkalnya sebagai anak kandung, dan Anda tak bisa menuntut biaya pendidikan, kehidupan, dan warisan untuk anak Anda dari ayahnya.
Ironisnya, tak ada dampak negatif yang bisa diterima laki-laki atau suami yang melakukan praktik pernikahan bawah tangan. Malahan pria yang sangat diuntungkan, karena bebas untuk menikah lagi. Sebab pernikahan sebelumnya (tanpa legalisasi hukum) dianggap tak sah di mata hukum. Dengan kata lain, pernikahan itu dianggap tidak ada. Lelaki juga bisa menghindar dari kewajiban memberi nafkah pada istri dan anak, serta tak perlu repot dengan pembagian warisan dan harta gono-gini.

Bagaimana Bila Terlanjur?
Bila Anda sudah terlanjur melakukan nikah siri atau nikah bawah tangan, sebaiknya Anda mengajukan permohonan itsbat nikah, yakni penetapan atau pengesahan nikah kepada Pengadilan Agama. Ketentuan sosial itsbat nikah ini diatur dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) pasal 7 (2), bahwa dalam hal perkawinan tidak dapat dibuktikan dengan adanya akta nikah, dapat dimintakan itsbat nikahnya ke Pengadilan Agama, tetapi terbatas pada hal yang berkenaan dengan adanya perceraian, hilangnya akta nikah, dan adanya keraguan tentang sah tidaknya salah satu syarat perkawinan, perkawinan terjadi sebelum berlakunya UU No. 1/1974 atau perkawinan yang dilakukan oleh mereka yang tidak mempunyai halangan perkawinan menurut UU tersebut.
Jadi, untuk pernikahan bawah tangan pengajuan itsbat nikah hanya mungkin dilakukan dengan alasan dalam rangka penyelesaian perceraian. Dengan diperbolehkannya permohonan itsbat nikah tersebut, sebenarnya secara substansial peraturan yang berlaku di Indonesia mengakui keabsahan perkawinan bawah tangan.
Namun, belum banyak masyarakat yang mengetahui soal permohonan itsbat nikah. Sehingga mereka yang telah melakukan perkawinan di bawah tangan kemudia bercerai, tak mengajukan itsbat nikah ke Pengadilan Agama. Padahal itu sangat merugikan wanita dan anak-anak dalam perkawinan tersebut. Karena bila wanita ditalak oleh suaminya, maka ia bisa saja tidak mendapatkan hak-haknya sebagaimana jika perceraian tersebut tercatat dan diselesaikan oleh Pengadilan Agama. Sementara untuk anak-anak mereka bisa saja suami tak mau mengakui mereka dan tak memberi mereka nafkah. Sehingga suami bisa bebas dari berbagai kewajiban, demikian pula halnya dengan harta bersama.

Sosialisasi Kurang, Peraturan Membingungkan
Bila pernikahan siri memberi begitu banyak mudharat pada perempuan, mangapa masih banyak yang melakukannya? Kalau mau jujur sebenarnya opsi untuk menikah siri tak sepenuhnya kehendak mereka. Perkawinan jenis ini umumnya dilakukan karena sejak awal telah ada ketidakberesan, misalnya hamil di luar nikah, perbedaan agama, atau pun menjadi istri kedua dan seterusnya.
Selain alasan tersebut, menurut Rezfah M. Omar, Koordinator Pelayanan Hukum LBH APIK, masih maraknya pernikahan siri jug karena sosialisasi tentang dampak negatif pernikahan ini masih minim. Umumnya mereka hanya tahu dampak dari perkawinan ini adalah tidak adanya pencatatan dari pemisahan harta, dampak lainnya tak diketahui. "Oleh karena itu sangat penting mengajak semua komponen masyarakat terutama sesama perempuan untuk saling menyosialisasikan hal ini agar tak banyak orang yang terjebak pada pernikahan bawah tangan," saran Omar.
UU Perkawinan No. 1/1974 yang selama ini menjadi rujukan juga dituding membingungkan masyarakat, khususnya soal pentingnya pencatatan pernikahan. Misalnya pada pasal 2 (1) tercatat, "Perkawinan adalah sah, bila dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaannya itu." Sementara pada ayat 2 disebut, "Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan." Pasal ini bisa menimbulkan dua tafsiran. Perkawinan sah bila sudah dilakukan sesuai ajaran agama atau perkawinan sah bila juga dicatat oleh negara.

Tak Lagi Monopoli Kaum Miskin
Belakangan kita memang disodorkan pada fakta betapa pelaku pernikahan bawah tangan, tak lagi didominasi kaum miskin yang memang tak punya cukup uang untuk melakukan pernikahan dengan pencatatan oleh negara. Kita semua tahu biaya legalisasi hukum pernikahan lumayan tinggi. Kini, kaum terdidik maupun mereka yang datang dengan status sosial dan ekonomi mapan pun memilih melakukan pernikahan bawah tangan atau siri.
Kecenderungan ini terlihat dari kasus-kasus pernikahan bawah tangan oleh kalangan menengah atas yang ditangani LBH APIK. Menurut Omar, pada kasus yang mereka tangani umumnya para wanita yang melakukan pernikahan siri adalah berstatus istri kedua, dan seterusnya. "Biasanya modus yang dilakukan kaum pria adalah memalsukan identitas yang menyatakan ia duda atau bujangan. Atau juga mereka meyakinkan si wanita bahwa ia tengah dalam proses perceraian, sehingga untuk menghindari zina sebaiknya menikah lebih dulu. Tapi ternyata setelah lama berjalan, tak juga bercerai dan saat dituntut untuk menikah secara resmi, si lelaki menolak."


Nikah Siri dalam Islam
Menurut ahli fiqih Ustadz Husein Muhammad, Islam tidak mengenal istilah nikah siri. Nikah siri sebenarnya istilah khas Indonesia, yakni pernikahan yang dilakukan menurut aturan fiqih tapi tak dicatatkan pada negara. Istilah itu muncul saat telah ada aturan yang mengharuskan pernikahan dicatatkan ke KUA. Dianggap sebagai siri yang berarti rahasia, dalam konteks sembunyi-sembunyi dari keharusan pencatatan oleh negara.
"Konteks perkawinan masa lalu yang ada dalam fiqih itu sebetulnya ketika orang secara budaya sudah dapat menjamin terjadinya perkawinan yang baik, di mana hukum moral dan hukum di tengah masyarakat itu berjalan. Jadi masyarakat yang akan menghukum mereka yang melakukan penyimpangan-penyimpangan dalam perkawinan. Tapi dalam konteks sekarang kan tidak bisa lagi. Harus ada aturan-aturan hukum yang jelas sehingga sanksi-sanksinya tidak lagi bersifat personal, kultural, tapi bersifat negara," papar Husein. Dia menyayangkan masih minimnya sosialisasi masalah ini ke tengah masyarakat.

4 komentar:

  1. kalo qt ingin nikah siri itu tanpa surat pengantar gimanadari rt tp nikah sirinya itu dmn

    BalasHapus
  2. mau tanya,,, perbedaan bentuk surat nikah dibawah tangan, sm nikah yg resmi itu apa sama2 mempunyai buku nikah yg serupa?? trims

    BalasHapus
  3. Saya seorang yang sedang berpacaran. Saya berniat nikah dibawah tangan dengan alasan menghindari zina dan belum siap untuk menikah secara sah karena masih kuliah. Bagaimana solusi utk wali dari kedua belah pihak? Terimkasih

    BalasHapus